Posted by: YaBISA | May 29, 2009

Wawancara Dengan Pak Sabar


Pak Sabar Prasodjo adalah salah seorang pengurus inti Yayasan Bangun Insan Swadaya, tepatnya sebagai Koordinator Pengawas. Melalui wawancara ini Buletin YaBISA ingin menggali pandangan dan harapan Pak Sabar tentang Yayasan Bangun Insan Swadaya serta pengalaman pribadi dalam mengelola usahanya sendiri. Mudah-mudahan hasil wawancara ini memperkaya spiritualitas YaBISA dan menjadi ajang pembelajaran bersama.

TY (Team YaBISA): Mengapa bapak tertarik dan aktif terlibat sebagai pengurus inti Yayasan Bangun Insan Swadaya?

Pak Sabar: Ini kan kerjaan Romo Hardi memasang saya dalam struktur kepengurusan YaBISA…Saya tidak tahu kenapa Romo begitu terobsesi memasang saya…padahal saya sudah manula. Waktu Romo pergi ke Manila untuk belajar tahun 1990, saya merasa kehilangan….karena kami waktu itu sedang merencanakan membuat Youth Centre untuk mangkalnya anak-anak muda, Gereja masa depan. Ya udah….. ide ini terpaksa terkubur karena beliau ternyata tidak kunjung pulang. Saya harap-harap cemas walaupun Romo pernah telpon dari Manila katanya “saya masih Romo pak“. Dan ketika saya tidak memikirkannya lagi tiba-tiba ada berita bahwa Romo pulang….dan kemudian membidangi lahirnya Yayasan Bangun Insan Swadaya (YaBISA) ini. Saya akhirnya bersedia duduk sebagi dewan pengawas. Siapa tahu saya bisa menikmati kebahagiaan melalui karya nyata membantu masyarakat kecil dan dengan demikian ikut memenuhi kata-kata Yesus dalam Mat. 25;35….”Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan, ketika Aku haus kamu memberi Aku minum….” .

TY: Apa harapan bapak terhadap karya YaBISA ke depan?

Pak Sabar: Kata Yesus “orang miskin selalu ada di antara kamu” (bdk Mat. 26;11). Sikap atau reaksi pribadi dari saya terhadap kata-kata Yesus ini ialah saya tidak terobsesi menghilangkan orang miskin (kecil dan tersisihkan). Sebaliknya ingin membuat orang miskin mempunyai harapan dan menggapai kebahagiaan hidup lewat usaha atau karya nyata. Harapan saya ini sesuai dengan visi hidup saya sendiri yaitu ”Menjadi Manusia Yang Hidup Dan Merasa Bahagia Dengan Melakukan Karya Nyata”. Menjadi manusia (human being) bagi saya artinya menjadi manusia yang lebih sabar, lebih pemurah, lebih rendah hati, dan selalu memiliki semangat pengampunan. Kalau dalam hidup ini seseorang hanya mempunyai obsesi “mengejar dan memiliki” (tend to be the have person only) harta, kuasa, uang dll. maka orang itu tidak akan pernah merasa puas dan bahagia dalam hidup. Terhadap YaBISA, saya punya obsesi supaya para karyawan dan pengurusnya betul-betul bisa menjadi human being yang sanggup mengajar orang lain menjadi human being juga. Hal ini tentunya bisa terlaksana kalau YaBISA betul-betul berkarya dan melakukan pelayanan nyata serta membangun relasi dan keterlibatan yang nyata pula. Bukan sekedar dalam angan-angan atau pikiran saja.

TY: Bagaimana komentar bapak terhadap pemberdayaan ekonomi, pendidikan dan  kesehatan yang merupakan program inti  YaBISA?

Pak Sabar: Ya….program-program pemberdayaan itu sebetulnya merupakan kegiatan penting dan proses bersama menjadi manusia yang lebih baik dan maju dalam kehidupan ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Melalui kegiatan dan proses bersama ini, saya berharap orang yang membantu dan dibantu itu sama-sama menjadi semakin manusia dan menyerupai citra Allah….“Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita (bdk. Kej 1:26)….supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas……”. Manusia berdaya adalah manusia yang bisa membangun masa depannya dengan kekuatannya sendiri. Tetapi hal ini tentunya membutuhkan pendampingan yang baik dan berkelanjutan dengan tujuan membangun rasa percaya diri, memberi keterampilan dan pengetahuan serta menumbuhkan kemauan kuat untuk membangun hidup sedikit demi sedikit dan dari waktu ke waktu. Kita berharap bahwa pengalaman membangun dan mengolah hidup ini lalu bisa disharingkan kepada orang-orang atau teman-teman lain untuk menjadi contoh hidup dan sarana pembelajaran bersama. Sharing ini bisa kita sebut sebagai manajemen “gethok tular” atau “penularan pemberdayaan…”

TY: Menurut pendapat bapak, apa saja yang perlu dilakukan YaBISA demi keberhasilan/kemajuan pemberdayaan ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat kecil ke depan?

Pak Sabar: Saya selalu beranggapan bahwa segala sesuatu adalah milik Tuhan. Demikian pula sumber daya manusia, uang dan alam  merupakan milik Tuhan. Tugas kita ialah pengelola dan memakai semua milik Tuhan itu dengan sikap penuh syukur, tidak rakus dan berlebihan demi kelayakan hidup kita sebagai ciptaan Tuhan. Milik Tuhan ini perlu dibagikan pula kepada sesama khususnya mereka yang susah dan berkekurangan. Oleh karena itu saya bertekad akan terus berkampanye tentang pentingnya menghayati SPIRITUALITAS BERBAGI. Dengan berbagi saya percaya akan mendapat upah dan berkat lebih besar dari Dia yang ada di sorga. Jangan lupa berdoa agar Roh Tuhan dihembuskan kedalam YaBISA….karena Roh Tuhan inilah yang akan menggerakan kita untuk berbagi dengan senang hati. Roh Tuhan juga akan meletakkan sendiri fondasi sistim kerja dan karya nyata YaBISA dalam spirit berbagi demi kemajuan, kelayakan dan kemandirian hidup. Tanpa Roh Tuhan, kita pasti kehilangan semangat dan orientasi kerja yang benar, tersesat dan kemudian rebutan prestasi ataupun rejeki. Akibatnya YaBISA berjalan tanpa arah yang jelas seperti seseorang yang sedang berada dalam situasi takut dan bingung karena berjalan sendirian ditengah hutan belukar tanpa kompas…

TY: Bagaimana bapak menempatkan atau menghargai arti/nilai uang dalam  pemberdayaan ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat kecil?

Pak Sabar: Dalam pemberdayaan, uang bukan tujuan tetapi salah satu sarana alat pemberdayaan. Memang uang bisa menjadi berhala….maka harus disikapi secara tepat  dan dikelola secara akuntabel dan transparan….Uang merupakan salah satu sumberdaya yang perlu dipadukan dengan sumberdaya lain seperti manusia dan organisasi untuk mencetak output pemberdayaan secara lebih bermutu, efektif dan efisien. Jadi orientasi kita pertama-tama sebetulnya bukannya uang malainkan menjadi pribadi yang semakin “menjadi manusia atau human being” seperti sudah disinggung tadi. Kita bukannya berorientasi pada “to be the have person only” – hanya berobsesi pada uang, kuasa dan popularitas tetapi gagal menjadi manusia. Kalau sudah gagal menjadi manusia maka bersiap-siaplah menjadi penghuni neraka pada akhirat (sesudah meninggal). Singkat kata, uang dan kekayaan pada tempat pertama perlu dilihat sebagai alat yang Tuhan berikan kepada kita untuk dipakai sebaik-baiknya dengan tujuan luhur yaitu menolong diri sendiri dan orang lain supaya menjadi manusia yang semakin menyerupai citra Allah…dan ahli waris Kerajaan Sorga. Uang dan kekayaan itu seharusnya semakin merapatkan kita pada Tuhan dan bukan menjauhkan kita dari pada-Nya ….he…. he….

he….

TY: Apa pikiran bapak mengenai cara mengelola keuangan dalam pemberdayaan ekonomi, kesehatan dan pendidikan masyarakat kecil?

Pak Sabar: Banyak orang suka uang…saya tidak begitu…Dalam bisnis saya tidak pernah pegang uang. Boleh dikatakan saya tidak pernah terima uang dari manapun kecuali uang perusahaan….dan selalu lewat rekening perusahaan di bank. Jadi secara pribadi saya tentu senang kalau transaksi keuangan YaBISA ujudnya selalu untuk YaBISA bukan untuk pribadi. Transaksi itupun harus dilakukan melalui rekening bank YaBISA. Uang masuk silahkan masuk saja tapi uang keluar harus dicermati…menurut kaidah keuangan. Tak usah buru-buru!! Pengeluaran sebaiknya langsung ditujukan kepada yang berhak. Ini dasarnya…sedangkan yang lain-lain lebih bersifat teknis- administratif.

TY: Bapak diminta menceriterakan pengalaman susah dan senangnya  dalam mengelola usaha/bisnis bapa sendiri.

Pak Sabar: Saya sekarang menjalankan bisnis bersama banyak orang/kawan…..Soalnya saya senang kalau bisa memberi pekerjaan kepada orang lain. Dengan memberikan pekerjaan itu saya yakin telah melakukan perbuatan baik dan nyata yaitu memanusiakan manusia lain dengan melibatkan mereka dalam pekerjaan itu. Mengapa? Melalui pekerjaan itu mereka bisa mendapatkan upah dan biayai sekolah anak-anak mereka. Siapa tahu salah satu dari anak mereka itu kemudian menjadi presiden. Ya…paling tidak presiden direktor he…he…he…Saya juga sudah bersumpah dengan diri saya sendiri untuk tidak telat membayar gaji mereka…Kalau telat membayar….ya saya biasanya sedih sendiri. Saya juga sedih kalau gagal mendidik karyawan saya untuk bekerja secara baik  dan  karena itu harus memutasikan mereka ke Cabang lain. Saya lebih sedih lagi kalau harus mem-PHK karyawan.

Pada umumnya saya menjalankan dua jenis bisnis yaitu kontraktor dan real estate. Dalam bisnis kontraktor orang biasanya membuat investasi jangka pendek. Sementara bisnis real estate mengandalkan investasi jangka panjang. Dalam pelaksanaan, kalau usaha kontraktor menurun maka saya bisanya mempekerjakan karyawan saya pada real estate. Tetapi kalau kontraktor lagi ramai maka pekerjaan real estate disubkontrakkan kepada orang lain, dan karyawan saya dipekerjakan di kontraktor. Saya pernah stress dan mendapat penyakit gara-gara obsesi saya menjalankan bisnis kontraktor dan real estate atas cara ini. Saya juga bekerja pindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.  Misalnya, bekerja di kantor Cabang dan kemudian berpindah ke Palembang, Padang, Bandung, Semarang, Surabaya dan terakhir Jakarta. Saya senang karena berhasil meninggalkan Cabang dalam keadaan jauh lebih baik dibanding waktu ketika baru datang.

TY: Sikap atau karakter dasar apa saja yang perlu dimiliki seseorang  agar berhasil dalam menjalankan suatu usaha tertentu?

Pak Sabar: Wah…ini tidak bisa dijawab karena nanti banyak orang protes….Saya juga tidak berani mengklaim bahwa saya telah berhasil dalam menjalankan usaha saya. Supaya tidak terjadi perdebatan…. perlu penjabaran lebih dahulu tentang kriteria untuk sebuah keberhasilan. Tetapi secara pribadi, kriteria saya adalah “niat baik”. Puji Tuhan bahwa  niat baik ini selalu bisa bertemu dengan kehendak Tuhan….Ya, paling tidak menurut pengalaman saya sendiri. Tentang niat baik ini, saya sebetulnya mencontohi Santo Paulus pelindung saya yang selalu memiliki niat baik. Ketika masih bernama Saulus misalnya…dia dianggap jahat karena selalu ingin mengejar murid-murid Yesus. Tetapi kita sadar bahwa Saulus melakukan hal itu dengan alasan yang baik dan terpuji yaitu membela agamanya (Yahudi) yang sedang terancam oleh ajaran Yesus. Tuhan Yesus tahu hati Saulus ini. Oleh karena itu Yesus kemudian menobatkan Saulus menjadi Paulus. Contoh ini mengajar saya bahwa kalau memiliki niat baik maka suatu saat niat baik ini pasti akan ketemu dengan kehendak Tuhan….

Saya selalu melibatkan Tuhan dalam setiap pekerjaan saya….bahkan waktu menetapkan angka tenderpun saya berdoa dulu…lalu saya tanya kepada Tuhan: “dipasang angka berapa ini Tuhan….?” Sikap saya ini kontradiksi dengan  pemikiran dan keyakinan  dari beberapa kawan saya yang menganggap bahwa Tuhan tidak tahu bisnis….tidak menguasai bisnis….Bisnis itu kan pakai sogok…pakai uang pelicin…Jadi Tuhan tidak usah iku-ikutanlah…. Prilaku teman-teman ini sering membuat saya bertanya pada diri sendiri: bagaimana…apakah masih perlu tetap melibatkan Tuhan dalam bisnis atau…? Dan apakah tetap tidak meniru prilaku teman-teman yang menyangkal campur tangan Tuhan dalam bisnis mereka atau bagaimana.…? Saya akhirnya memutuskan untuk tetap memberi space/ruang untuk Tuhan dalam hidup termasuk dalam bisnis saya.

Kalau anda bertanya apa yang perlu lakukan seseorang supaya usahanya berhasil….?. Berdasar pengalaman pribadi, modal dasar keberhasilan itu terletak pada “niat baik” tadi. Alasannya, niat baik selalu sejalan dengan kehendak Tuhan he….he….Karakter niat baik ini perlu diwujud-nyatakan dalam pola usaha yang memiliki:

  • Komitmen kepada hasil karya yang berkualitas tinggi, hemat biaya dan waktu (BMW).
  • Kesadaran dan penghayatan bahwa output dan proses sama-sama penting. Tetapi dalam praktek….pelaksanaan usaha harus punya komitmen yang kuat bahwa output/target usaha harus tercapai….Sementara itu proses usaha selalu bisa  diperbaiki….
  • Jalan keluar (pemikiran, teknis dan strategi) untuk mengatasi setiap persoalan yang dihadapi. Disini kita perlu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati (bdk Mat.10;16)
  • Kemampuan menjaga harmoni usaha. Kompetitor bukanlah musuh tetapi kawan (sparing partner) untuk membuat lingkungan usaha menjadi lebih dinamis. Kendati demikian, harmoni harus tetap dipelihara…..

TY: Kalau berkenan bisakah bapak menuliskan autobiografi bapak? Siapa tahu, autobiografi ini  bisa dipakai sebagai ajang pembelajaran bersama.

Pak Sabar: Saya lahir sebagai anak desa, sulung dari 9 bersaudara menjelang Indonesia merdeka dan dari lingkungan keluarga petani dan pengusaha kecil. Menjalankan studi Tehnik Sipil Universitas Gadjahmada yang saya awali tahun ajaran 1962/63. Studi ini saya selesaikan dengan susah payah pada Januari 1971.

Pengalaman dalam organisasi profesi mengajar saya bekerja dengan visi yang jelas. Keterlibatan saya dalam kegiatan keagamaan membuat saya kerasan dan tenang bekerja sambil berproses menjadi tua dalam periode manula muda (60-70 tahun) ini. Dalam usia ini saya terus memperbaiki hidup rohani saya melalui pekerjaan saya sebagai konsultan bisnis dan melalui keterlibatan dalam berbagai kegiatan asosiasi.

Saya mengawali pekerjaan sebagai insinyur pada tahun 1971 tepatnya di Waskita Karya Cabang Palembang. Sebagai seorang   insinyur  muda, saya sudah diserahi tugas sebagai site manajer untuk mengelola beberapa proyek yang berjauhan lokasinya. Ketika mulai mengelola proyek-proyek ini saya merasa menjadi pemimpin yang harus membuat construction planning mencakup metoda konstruksi, RAP, schedulling, memecahkan masalah, mengawasi,  nongkrongi orang bekerja, sehingga pekerjaan selesai  dengan biaya murah, mutu yang baik dan tepat waktu.

Awal tahun 1975 saya dimutasi ke Padang tanpa pemberitahuan lebih dulu. Saya kecewa dan protes kepada Direktur yang mebawahi wilayah saya…Saya kan bukan barang yang bisa dipindah begitu saja tanpa pemberitahuan lebih dahulu. Walau  dengan perasaan menggerutu saya berangkat ke Padang dengan jabatan yang sama sebagai Wakil Kepala Cabang.

Hari-hari berjalan sebagaimana biasa sampai suatu saat ada kejadian yang mengesankan…Ketika itu Kepala cabang (kacab) Padang menghilang karena tidak puas kepada direksi. Saya ditawari anak buah supaya menjadi kacab…Alah mak…..saya menolak. Tapi saya mengusulkan seseorang untuk diangkat menjadi kacab. Dan…hampir 2 tahun saya memangku kepala cabang ini sampai tiba saatnya saya mendapat SK untuk sekolah  lagi di Pasca Jalan Raya Bandung. Saya legah karena telah mengukir pengalaman unik.

Saya menikmati masa kuliah ini dengan penuh sukaria, tanpa beban bak  anak-anak. Tentu saja kalau dibandingkan dengan beban pekerjaan sebelum kuliah. Di pasca Jalan Raya ini berkumpul orang-orang dari pelbagai latar belakang….kontraktor, konsultan, perguruan tinggi, PU, Pemda.  Apa asyiknya…? Kami masing-masing dibesarkan dalam budaya yang berbeda-beda. Budaya kontraktor lain dengan konsultan, lain dengan perguruan tinggi, PU dan pemda. Ada benturan-benturan kecil yang terjadi di antara kami mengingat perbedaan tadi. Tetapi….saya memaklumi  perbedaan-perbedaan tersebut dan menikmatinya…..

Pesan buat orang  muda? Ah sok ….pakai pesan-pesan segala memangnya udah dapat tiket…? Saya hanya sharing pengalaman dan pikiran pribadi saya. Tentunya bukan untuk menggurui siapa-siapa…. Tetapi begini: pada tempat pertama, saya ini selalu merasah malu kalau bangunan yang saya bangun itu roboh. Pernyataan ini tertanam kuat di dalam lubuk hati saja…Saya ini kan alumni Gadjahmada yang tersendat-sendat lulusnya.

Kedua, pekerjaan konstruksi bukan barang dagangan dan karena itu tidak bisa dilaksanakan dengan semboyan “Asal Jadi”. Ada norma yang tidak boleh dilanggar kalau kita bergerak di bidang jasa konstruksi. Kalau ingin langgeng menggeluti bisnis jasa konstruksi harus mengedepankan norma biaya, norma mutu dan norma waktu. Norma mutu menyangkut kuantitas dan kualitas bangunan. Norma waktu menyangkut lamanya watuk yang perlu disepakati bersama dengan pemilik proyek/pengguna jasa untuk menyelesaikan sebuah proyek. Norma biaya berhubungan dengan biaya SDM, bahan dan peralatan proyek yang harus disediakan oleh pengguna jasa/pemilik proyek.

Ketiga, jangan sekali-kali mengajari anak buah mencuri….anda akan heran karena suatu saat dia tidak sekedar mencuri tetapi menggarong....dan akhirnya hasil pekerjaan lebih parah dari yang anda bayangkan. Berdiskusilah dengan anak buah tentang metoda konstruksi yang hemat, pemilihan bahan yang murah, pekerja konstruksi yang trampil dan peralatan yang cocok. Kalau anda menjadipemimpin-pemimpin kecil….bersiaplah dengan konsep, anda mau membawa mereka kemana? Sampaikan kerangka pikiran dan arahan anda. Jangan bicara asal bicara….tetapi berbicaralah dengan data… Dan selebihnya terserah pada  anda sendiri….

TY: Terima kasih Pak Sabar atas sharinnya yang begitu menarik karena sangat memperkaya spiritualitas dan pelayanan YABISA. Mudah-mudahan saja sharing ini bisa menjadi sumber inspirasi dan motivasi untuk kegiatan YABISA ke depan.


Responses

  1. luar biasa pak! kl boleh saya mau nimba ilmu pak. saya lgi bina anak2 NTT di Kedamean menganti. ada 40 org. salam utk Romo Hardi.kakak kelas saya waktu di Garum Blitar.Tuhan Yesus memberkati karya 2 pa dan Romo Hardi beserta kluarga besar Yabisa dan tentu saja seluruh kluarga bapa sendiri.
    berkah kasih karunia Allah dan Damai Sejahetra dr Yesus Tuhan menertai derap langkah juang bapak sekeluarga.
    nanang.


Leave a reply to nanang Cancel reply

Categories